-->
  • Pembangunan Hutan Berkelanjutan dan Undang-undang Cipta Kerja

            

    Indonesia memiliki hutan seluas 120,7 juta hektar sehingga menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki luas hutan terbesar di dunia dengan jumlah kekayaan biodiversitas yang sangat tinggi (mega biodiversity) (Iqbal & Septina, 2018).

    Hal ini menjadi salah satu peran strategis hutan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik peran ekonomi, sosial, maupun ekologi. Pemanfaatan hutan sebagai penghasil kayu dilakukan dengan tidak mengindahkan nilai manfaat lainnya yang dapat diperoleh dari hutan seperti nilai ekologi dan nilai sosial hutan.

    Terjadinya illegal logging yang cukup masif di seluruh wilayah Indonesia, kebakaran hutan dan lahan yang semakin tidak terkendali, serta konflik kepentingan terhadap keberadaan hutan yang semakin meluas.

    Hal ini merupakan sebuah bukti bahwa sistem pemanfaatan hutan di Indonesia yang menjadikan kayu sebagai hasil utama hutan telah mengakibatkan terjadinya penurunan kuantitas dan kualitas ekosistem hutan di Indonesia (Silalahi et al., 2020).

    Sistem pembangunan kehutanan berkelanjutan merupakan salah satu solusi terbaik untuk menyelesaikan berbagai permasalahan kehutanan di Indonesia, baik masalah kuantitas maupun kualitas hutan. Terdapat tiga pilar utama yang harus dilakukan dalam mewujudkan pembangunan kehutanan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan ekologi.

    Pembangunan kehutanan Indonesia harus mampu meningkatkan nilai ekonomi hutan dengan tidak mengabaikan nilai-nilai sosial kemasyarakan dan kelestarian alam (Herwanti et al., 2017; Kamaludin, 2018).

    Optimalisasi terhadap sistem pembangunan kehutanan yang berkelanjutan memerlukan sebuah payung hukum yang kuat dalam mengimplementasikannya, sehingga dapat dijadikan sebagai aturan untuk para pihak dalam melaksanakan pembangunan kehutanan di Indonesia.

    Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembangunan kehutanan, diantaranya UU No 5 tahun 1967 yang kemudian diubah menjadi UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan dengan berbagai turunannya.

    Akan tetapi, karena terjadi tumpang tindih kebijakan diantara berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, salah satunya peraturan yang berhubungan dengan pengelolaan kehutanan, maka pemerintah berinisiatif untuk melakukan penyederhanan terhadap berbagai peraturan untuk merampingkan dan menyederhanakan peraturan yang ada sehingga lebih tepat sasaran. Sistem perampingan dan penyederhaan tersebut sering disebut sebagai omnibus law.

    Sumber: www.mediaindonesia.com


    Undang-undang Cipta Kerja atau sering disingkat sebagai UUCK merupakan sebuah produk undang-undang yang dihasilkan dengan konsep omnibus law, yaitu menggabungkan, merevisi, dan mengubahsesuaikan 78 undang-undang dalam satu undang-undang.

    Penetapan UUCK oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengubah atau merevisi sejumlah UU yang berkaitan langsung dan tidak langsung dengan kemudahan investasi dan kegiatan berusaha (IPB, 2021).

    Beberapa pihak segera bereaksi terhadap rencana pemerintah mengeluarkan UUCK ini sehingga terjadi perdebatan yang sangat panjang diantara para akademisi, pelaku usaha, mahasiswa, tenaga kerja, dan bagian masyarakat lainnya. Demonstrasi penolakan terhadap UUCK inipun dilakukan oleh para mahasiswa dan buruh di berbagai daerah di Indonesia secara besar-besaran.

    Akan tetapi, pemerintah dengan dukungan DPR tetap bersikukuh untuk mengesahkan UUCK tersebut dengan berbagai drama politiknya. Menurut pemerintah, tujuan utama dikeluarkannya UUCK ini adalah sebagai wujud hadirnya peran negara untuk menunaikan amanat konstitusi di dalam memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

    Sumber: kontan.co.id
    Melalui upaya penciptaan ekosistem investasi dan kemudahan izin usaha yang menjadi semangat dari UUCK diharapkan akan tercipta lapangan pekerjaan yang sekaligus akan menjawab persoalan pengangguran dan masalah kemiskinan (IPB, 2021).

    Penetapan UUCK yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah pada tanggal 5 Oktober 2020, akan berdampak kepada terjadinya perubahan substansi undang-undang yang selama ini menjadi kebijakan pemerintah di berbagai sektor, termasuk sektor kehutanan di Indonesia.

    Pada bidang kehutanan, terdapat 20 pasal di dalam Undang–Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan) dan 22 pasal di dalam Undang–Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) yang telah diubah-suaikan dalam UUCK, termasuk penghapusan dan penambahan pasal baru (IPB, 2021).

    Perubahan ini akan berdampak kepada sistem pembangunan kehutanan di Indonesia terutama dalam mewujudkan pembangunan kehutanan berkelanjutan. Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan maka terbersit sebuah pertanyaan dalam pikiran kita tentang bagaimana dampak positif dan negatif dari lahirnya UUCK No 11 Tahun 2020 terhadap pembangunan hutan berkelanjutan di Indonesia?. 

    Analisis lebih mendalam tentang tantangan pembangunan kehutanan berkelanjutan di Indonesia akan dikupas dalam tulisan berikutnya., Silahkan klik link tulisan berikut ini untuk mengetahui pengertian Omnibus Law.

     

    DAFTAR PUSTAKA 

    Herwanti, S., Safei, R., & Hidayat, W. (2017). Jenis hasil hutan bukan kayu yang dikembangkan di taman hutan raya wan abdul rachman. LPPM Unila, 5(1).

    IPB. (2021). Tinjauan Kritis UUCK Bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

    Iqbal, M., & Septina, A. D. (2018). Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Oleh Masyarakat Lokal Di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Ekosistem Dipterokarpa, 4(1), 19–34.

    Kamaludin. (2018). Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu oleh masyarakat. Piper, 27(4), 385–397.

    Nursalam, N. (2016). Kebijakan Pelestarian Sumber Daya Hutan Dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Geografi Gea, 10(1). https://doi.org/10.17509/gea.v10i1.1660

    Silalahi, R. H., Sihombing, B. H., & Sinaga, P. S. (2020). Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Di Hutan Lindung Raya Humala Kabupaten Simalungun. Jurnal Akar, 8(1), 38–51. https://doi.org/10.36985/jar.v8i1.113

    Tang, M., Malik, A., & Hapid, A. (2019). Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu bambu oleh masyarakat terasing. Jurnal Warta Rimba, 7(2), 19–26.

     


  • You might also like

    22 comments:

    1. Wow luas sekali ya. Baru tahu tentang fakta ini.

      ReplyDelete
    2. Sedih aku membayangkan hutan-hutan gundul akibat illegal logging, sekaligus ngeri membayangkan bencana yang mengancam negeri ini.

      ReplyDelete
    3. teringat banjir di kalimantan, mungkin efek dari pembabatan hutan besar-besaran juga ya mbak

      ReplyDelete
    4. huhuhu. Hutan nasibnya kini, banyak ditebang. Longsor dan banjir di mana mana

      ReplyDelete
    5. Memang nih kalau soal undang-undang aku nggak begitu banyak paham, tapi aku harap illegal logging bisa dikurangi.kasihan kita dan penerus ke depannya, mewariskannya malah bencana huhu

      ReplyDelete
    6. let's see!
      semoga peraturan ini biak dan adil ya, jangan sampai illegal logging lolos. karena dampaknya akan besar untuk negeri..

      ReplyDelete
    7. Hmmm.. Akan jadi sebuah ironi ya ketika setiap upaya untuk kelangsungan hutan ke depannya harus ditunggangi oleh kepentingan politik. Berharap suatu hari nanti para pemangku kebijakan dan pihak terkait sama-sama berbesar hati untuk membuat satu pakem kebijakan yg memang harus sesuai dengan "track"-nya, tanpa embel-embel apapun. I hope so ❤

      ReplyDelete
    8. Hutan oh hutan, setuju dengan tradisi adat yang menghalangi sembarang orang masuk dan merusak hutan meski dengan beberapa cerita kepercayaan

      ReplyDelete
    9. Hutannya makin gundul.. Akhirnya banjir di mana-mana, hiks

      ReplyDelete
    10. Sesak dada kalau mengingat pemanfaatan hutan yqng tidak bertanggung jawab, banjir dan longsor di mana-mana😪

      ReplyDelete
    11. Luar biasa Indonesia ini, memiliki kekayaan alam yang demikian luas. Patut kita jaga. namun sayang saat ini demikian liar pengrusakan hutan karena keserakahan manusia. semoga ke depannya aja solusi terbaik untuk penanganannya. Sangat bermanfaat

      ReplyDelete
    12. Makasih mbk sdh memberikan pencerahan mengenai hutan, smg kita bisa bersahabat dengan alam dan jangan memanfaatkan untuk kepentingan pribadi

      ReplyDelete
    13. semoga UUCK yang diciptakan bisa memberikan dampak yang baik bagi sumber daya manusia di Indonesia sekaligus sumber daya alam yang ada

      ReplyDelete
    14. Di musim hujan gini terasa sekali efek penebangan hutan dan peralihan lahan hijau menjadi lahan pemukiman dan lahan bisnis

      ReplyDelete
    15. Heran sama manusia oportunis. Menghalalkan segala cara demi keuntungan mereka sendiri. Mbok ya sekali-kali mikirin masa depan bumi. Sedih

      ReplyDelete
    16. Makasih mba artikelnya. Ternyata luas banget ya,hutan di Indonesia. Mari kita jaga dan selamatkan hutan kita. Agar generasi penerus kita tetap dapat melihat hijaunya bumi dan bukan mewarisi bencana alam.

      ReplyDelete
    17. Jangankan ilegal logging, ingat cuitan menteri klkh yang kemarin rame nggak?

      Sumber kerusakan biasanya dari dalam, aku liat sendiri sih gimana kalimantan yang katanya hutan, tapi penuh lubang tambang liar, hadeuuh...

      ReplyDelete
    18. Lagi heboh banget emang di tv soal undang-undang ini. Ada positif negatifnya tergantung yang lihat. Cuma gimana supaya banyak positifnya

      ReplyDelete
    19. Indonesia dianugrahi alam yang subur dan luas, sayang pengelolaannya masih kurang. Kalau SDA sudah terkelola dengan baik, tak terbayangkan betapa digjayanya negeri ini.

      ReplyDelete
    20. Sedih ya kalo ngebayangin dampaknya ilegal logging

      ReplyDelete

    Komentar anda merupakan sebuah kehormatan untuk penulis.