Ilmu matematika merupakan induk ilmu pengetahuan. Hal ini mengandung pengertian bahwa ilmu matematika merupakan dasar manusia dalam mempelajari dan memahami ilmu pengetahuan yang lainnya.
Kita sering
menyaksikan bahwa anak-anak yang memiliki kemampuan matematika yang tinggi biasanya
bisa memahami ilmu pengetahuan yang lainnya dengan lebih cepat. Para guru di
sekolah sering menyebut bahwa apabila seorang anak sudah jago matematika maka dia
akan mudah menguasai pelajaran lainnya.
Pada umumnya,
kita akan melihat anak yang memiliki ranking 1 sampai dengan 10 di kelasnya
memiliki kemampuan matematika yang “lebih” dibandingkan dengan teman-teman lain
sekelasnya. Kondisi inilah yang menyebabkan ilmu matematika memiliki tempat
istimewa dalam dunia belajar anak dan “dunia pengalaman orang tua”.
Akan tetapi, sejak zaman dahulu kala, ketika mendengar kata matematika maka yang terlintas dalam pikiran sebagian besar manusia adalah “pasti rumit”, “susah”, “gurunya super galak”, “membosankan”, dan label negatif lainnya terhadap ilmu yang satu ini.
Malahan
seorang anak yang masih berumur di bawah lima tahun (balita) pun sering
mendengar dari lingkungan sekitarnya, termasuk orang tuanya, bahwa matematika
itu susah. Bukankah begitu? atau hal ini hanya pengalaman penulis saja kali ya
he…he..he.
Mindset (pola pikir) yang telah tertanam dalam pikiran
manusia secara umum, termasuk anak secara pribadi, menyebabkan anak-anak sudah
menyerah sebelum mencoba. Banyak anak-anak yang gagal memahami ilmu matematika
dikarenakan hal yang satu ini. Hal ini diperparah dengan mindset orang
tuanya yang tetap menganggap matematika memang susah… Nah lengkap deh.
Mindset yang dibawa
turun-temurun inilah yang menurut penulis adalah salah satu “rantai besar nan
kuat” yang membelenggu anak-anak ataupun para orang tua dalam memahami ilmu
matematika.
Kondisi ketidakmampuan orang tua siswa untuk melepas belenggu pikirannya tentang matematika inilah yang mendorong para orangtua berbondong-bondong mencari lembaga kursus atau kelas private matematika mulai dari yang harganya ramah di kantong sampai dengan harga selangit.
Berdasarkan pengalaman penulis, orang tua akan
rela merogoh isi kantongnya dalam-dalam demi membuat anaknya bisa menguasai
ilmu berhitung. Bukankah begitu?
Berdasarkan pengamatan penulis, seringkali orang tua siswa merasa tidak puas dengan perkembangan kemampuan matematika anaknya walaupun sudah di les-kan bertahun-tahun di lembaga kursus-an yang bergengsi.
Pada saat orang tua mendiskusikan
dengan pihak pengelola lembaga kursus-an tersebut (bahkan pihak sekolah) malahan
mendapatkan jawaban yang sangat mencengangkan.
“Mohon maaf Bapak/Ibu
orang tua siswa, semuanya tergantung kepada “bahan baku” dan motivasi anaknya
dalam belajar matematika”.
Nah looo… bagaimana ini? pasti membingungkan kita semua kan. Padahal salah satu tujuan kita memasukkan anak ke sekolah atau lembaga les bergengsi adalah untuk meningkatkan level kemampuan matematika anak-anak kita.
Kalau jawabannya adalah masalah “bahan baku” dan motivasi anak berarti yang masuk ke sekolah/lembaga les tersebut hanya anak yang berbakat di bidang matematika dan memiliki motivasi belajar dong!!! atau dengan kata lain “anak yang sudah pintar”.
Lantas, bagaimana halnya dengan anak
yang “maaf” masih belum keluar potensi kemampuan matematikanya? dibiarkan saja?
atau ditinggalkan saja dalam kebingungannya?
Kondisi ini
telah mendorong penulis untuk senantiasa merenung, berpikir keras, dan bereksperimen
untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan
anak di bidang matematika ini.
Bertahun-tahun (sepanjang
usia anak sekitar 17 tahun) penulis mencoba menerapkan berbagai cara untuk memunculkan
dan melejitkan kemampuan anak dalam bidang matematika ini dengan learning by
doing (belajar sambil melakukan) dan trial and error (belajar dari
kesalahan).
Sumber : canva.com (modifikasi) |
Alhamdulillah, dengan izin Alloh SWT, usaha penulis membuahkan hasil berupa peningkatan kemampuan anak penulis dalam bidang matematika, yang tadinya bukan siapa-siapa dalam ilmu matematika (Zero) menjadi anak yang diperhitungkan dalam berbagai kejuaraan matematika di berbagai tingkatan baik sekolah, daerah, regional, maupun nasional (Jago).
Benarlah pepatah
yang mengatakan bahwa hasil tidak akan mengkhianati usaha
Insyaalloh, penulis akan mencoba menguraikan langkah, tips, dan trik yang dapat dilakukan oleh para orang tua dalam usaha melejitkan kemampuan matematika anak dari Zero to Jago berdasarkan pengalaman murni penulis.
Mudah-mudahan pengalaman ini
nantinya akan membantu para orang tua yang memiliki kebingungan dalam mencari cara
pembelajaran matematika untuk anak seperti yang penulis alami ketika itu.
Penulis yakin
para pembaca pasti memiliki cara dalam usaha peningkatan kemampuan matematika
anaknya. Oleh karena itu, sharing pengalaman dari para pembaca sangat
diharapkan penulis. Silahkan dituliskan pengalamannya di kolom komentar.
Mohon ditunggu berbagai
pengalaman penulis tentang tips, trik, dan cara melejitkan kemampuan matematika
anak dari Zero To Jago di tulisan berikutnya.
ditunggu ya mba, sharing lengkapnya tentang cara mengajarkan anak matemmatika.masyaAllah telaten sekali mba, sampai bisa mencetak generasi tangguh olimpiade. kalo saya biasanya menuntut anak2 untuk hapal perkalian 1 sd 10 di luar kepala dulu, setelah itu lanjut ke tingkat selanjutnya. tankyou for sharing mba...
ReplyDeleteMasyaAllah, sabar dan telaten sekali, Mbak Oemy.
ReplyDeleteUntuk saya yang selalu mengibarkan bendera putih ke matematika, rasanya perlu sekali menyimak ini.
InsyaAllah, sebagai bekal untuk mendampingi anak-anak nanti.
Thank's for sharing, Mbak.
Ditunggu part-part lanjutannya. 😊
Zero to jago membuat saya ingin segera mengajari anak jago matematika
ReplyDeleteMatematika itu kalau basicnya kuat ke depannya akan lebih enak. Tapi menguatkan basic itu butuh kesabaran juga
ReplyDeleteSiap menunggu sharing selengkapnya di blogpost selanjutnya ya mba Oemy 😍. Penasaran dengan tips dan step by stepnya 🙏
ReplyDeleteJadi nungguin part berikutnya nih ... Semoga ga kelewatan nanti
ReplyDeletemasyAllah bllarakaAllah saya tunggu bagian 2
ReplyDeleteAlhamdulillah.. selamat mbak.. semoga makin sukses anaknya... di tunggu part selanjutnya...👍
ReplyDeleteDitunggu tips dan triknya mba. Kalau trik untuk ngajari anak TK anteng belajar membaca apa y mba
ReplyDeleteIni menarik banget tentang tips dan trik mempelajari matematika. Aku jadi penasaran kelanjutannya, soalnya aku salah satu yang gak suka matematika. Aku lebih memilih ilmu bahasa dan sosial. Menurutku semua ilmu itu punya kelebihan dan unique-nya tersendiri, jadi aku agak kurang setuju kalau anak di-push untuk jago matematika demi bisa menguasai ilmu lainnya 🙏😁
ReplyDeletematematika memang momok yaa.. kemarin jg baru ngobrol dengan mahasiswa matematika, mereka jg shock ternyata matematika itu 'luar biasa' 😁 tp kalo kata suami sy yg memang jurusan matematika bilang "matematika itu mother of science" matematika bisa masuk kemana saja.. ditunggi sharing berikutny 😍
ReplyDeleteHiks, anak pertama saya susah sekali diajari matematika dari kecil sampai sekarang SMA. Padahal Emaknya cinta banget matematika
ReplyDeleteDitunggu tips and methodnya bund, smoga bisa membantu bunda² lainnya dlm persoalan ini
ReplyDeleteAku tim nggak suka Math krn gurunya mbak, tapi nggak pengen juga anakku kek emaknya 😀
ReplyDeleteDitunggu sharing selanjutnya ya mbak ..
matematikan ini menjadi momok yang menakutkan termasuk saya saat masih duduk di bangku sekolah, ditunggu tips dan triknya ya mba :)
ReplyDeleteSharingnya bisa aku save buat nanti ini. Melihat diri yang sama matematika suka angkat tangan 🤭😂
ReplyDeleteMasyaallah tabarakallah, ditunggu sharing-nya, ya, Mbak. Ini juga yang menjadi salah satu kekhawatiran saya nantinya saat anak sudah bersekolah. Saya itu lemah dalam matematika. 😅
ReplyDelete