-->
  • Resensi Buku Untuk Negeriku I (Bukittinggi-Rotterdam lewat Betawi ) Otobiografi Mohammad Hatta

     

    Resensi Buku Untuk Negeriku I (Bukittinggi-Rotterdam lewat Betawi ) Otobiografi Mohammad Hatta

    Teman-teman kalian mengenal sosok Mohammad Hatta atau Bung Hatta selain sebagai wakil presiden Republik Indonesia pertama dan sebagai bapak proklamator, sebagai apa lagi? Yes sebagai bapak Koperasi Indonesia.

    Funfact nih teman-teman waktu beliau pergi ke negara-negara Skandinavia yaitu Denmark, Swedia, dan Norwegia untuk mempelajari koperasi pada tahun 1925 bersama seorang temannya yang bernama Samsi. Mereka berdua kehabisan uang saku waktu di Bergen, sehingga harus menghemat dengan meniadakan makan siang. Dan untuk ongkos pulang ke Nederland dengan menggunakan kereta api, mereka harus meminjam uang ke konsul jendral.


    Teman-teman mereka di Nederland menertawakan kejadian itu. Bahkan dokter Sjoeib berkomentar “Lihatlah dua orang ekonom kita, yang semestinya pandai menyesuaikan belanja dengan uang di saku, menderita kekurangan di tengah jalan dan meninggalkan utang di negeri orang”.

    Kisah tersebut diceritakan oleh bung Hatta dalam buku otobiografi Mohammad Hatta Untuk Negeriku jilid 1 yang berjudul Bukit Tinggi- Rotterdam lewat Betawi.

    Judul Buku : Untuk Negeriku Bukittinggi – Rotterdam lewat Betawi | Penulis : Mohammad Hatta | Penerbit : PT. Kompas Media Nusantara | Tahun Terbit : 2022, Cetakan Kesepuluh | Jumlah Halaman : xliv + 324 hal |

     Masa Kecil Bung Hatta

    Bung Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902, di sebuah kota kecil yang terletak di ujung kaki Gunung Merapi dan Gunung Singgalang di tengah-tengah dataran tinggi Agam yang memiliki nama resmi Fort de Kock pada masa penjajahan Belanda. Namun rakyat Agam selalu menyebutnya Bukittinggi.

    Bung Hatta tidak pernah mengenal sosok ayahnya yang bernama Haji Muhammad Djamil karena meninggal pada usia 30 tahun saat Bung Hatta masih berumur delapan bulan. Menurut cerita dari orang-orang dan ibunya sendiri, beliau sangat mirip dengan ayahnya. Ibunya pernah berkata “Engkau potret dari ayahmu”

    Pada saat itu di Minangkabau ada sebuah kepercayaan namun entah benar atau tidak yang mengatakan bahwa kalau anak laki-laki serupa dengan bapaknya, salah seorang akan mengalah cepat-cepat pulang ke alam baka.

    Ayah Bung Hatta berasal dari Batuhampar yang dikenal sebagai pusat pendidikan agama Islam, orang-orang dari seluruh Sumatera bahkan Malaya belajar ke sana. Kampung itu mulai terkenal sejak Datuk Syekh Abdulrahman, kakek Bung Hatta, diakui sebagai ulama besar.

    Walaupun Bung Hatta sudah menjadi anak yatim sejak masih bayi, tetapi beliau tidak kehilangan sosok ayah. Beliau mempunyai ayah sambung bernama Mas Agus Haji Ning seorang saudagar berasal dari Palembang yang memperlakukannya dengan sangat baik laiknya seorang ayah kandung. Masyarakat pun mengenal Hatta sebagai anak Mas Agus Haji Ning.

    Hatta memiliki lima saudara perempuan, satu kakak kandung dan empat saudara perempuan satu ibu.

    Resensi Buku Untuk Negeriku I (Bukittinggi-Rotterdam lewat Betawi ) Otobiografi Mohammad Hatta


    Pendidikan Bung Hatta

    Sebagaimana yang telah disepakati oleh keluarga dari pihak ayah (Batuhampar) dan ibunya (Bukittinggi). Pada awalnya Bung Hatta akan disekolahkan terlebih dahulu di sekolah rakyat selama lima tahun dan pada malam hari belajar mengaji di Surau Inyik Djambek. Tamat ataupun tidak di sekolah rakyat ketika ayah Gaeknya (karena saya bukan orang Padang  jadi enggak tahu ayah Gaek yang dimaksud disini paman dari ayahnya atau kakek dari ibunya karena sama-sama disebut ayah Gaek)  pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, Hatta kecil akan diajak untuk belajar agama di sana kemudian melanjutkan ke Kairo.

    Tetapi rencana itu tidak ada yang berjalan, Hatta pada akhirnya menempuh pendidikan Belanda. Mulai dari pendidikan dasar di sekolah swasta Belanda milik Tuan Ledeboer kemudian masuk ke sekolah rakyat. Pada saat naik kelas V pindah ke Padang karena disana terdapat satu-satunya sekolah Belanda yang mengajarkan bahasa Perancis.

    Ketika di Padang inilah Hatta pertama kali belajar dan kenal masalah-masalah ekonomi dan melihat praktiknya secara langsung. Pada saat itu terjadi kenaikan harga terus menerus, sehingga ayah sambungnya mengalami kerugian. Karena kontrak perdagangan yang berlaku selama lima tahun ditetapkan dengan harga lama sedangkan harga barang yang harus diserahkan sudah mengalami kenaikan.

    Sejak saat itu ia menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dalam politik keuangan negara dan semakin meyakini perkataan Ayah Gaeknya

    “Harta dunia tidak ada yang kekal, yang kekal hanya harta ilmu dan pengetahuan serta ibadat “

    Resensi Buku Untuk Negeriku I (Bukittinggi-Rotterdam lewat Betawi ) Otobiografi Mohammad Hatta


    Jong Sumatranen Bond (Perkumpulan Pemuda Sumatera)

    Persinggungan Hatta dengan dunia politik, dimulai ketika ia masih tercatat sebagai siswa Mulo. Pada saat itu Nazir Dt. Pamonjak berkunjung ke Padang sebagai utusan Jong Sumateranen Bond yaitu perkumpulan pemuda Sumatera yang belajar di sekolah-sekolah menengah yang berdiri pada tanggal 9 Desember 1917 di Betawi.

    Para pemuda asal sumatera ini, terdorong untuk mendirikan perkumpulan terinspirasi oleh para pemuda asal Jawa yang telah mendirikan Jong Java pada tahun 1915. Oleh karena itu mereka bertekad untuk mengejar ketertinggalan itu.

    Adapun tujuan Jong Sumatranen Bond adalah :

    1. Memperkuat pertalian antara pemuda Sumatera yang masih belajar serta menanamkan keinsafan dalam jiwanya bahwa mereka mempunyai seruan hidup untuk menjadi pemimpin dan pendidik bangsanya

    2. Menimbulkan perhatian kepada anggotanya dan orang lain terhadap tanah dan bangsa Sumatera dan untuk mempelajari adat istiadat Sumatera, kesenian, bahasa-bahasa, pertanian dan sejarahnya.

    Embrio Bangsa

    Setelah membaca buku ini, saya baru mengetahui bahwa semangat kebangsaan dan semangat persatuan mulai didengungkan oleh mereka para pemuda Indonesia yang kuliah di luar negeri. Bagi mereka tidak ada lagi Jong ini atau jong itu yang ada hanya Indonesia.

    Pada saat Boedi Oetomo didirikan pada tahun 1908 para mahasiswa di Belanda mendirikan Indische Vereeniging yang akhirnya berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia dimana Hatta pernah menjabat sebagai ketuanya.

    Para mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia memperjuangkan kemerdekaan Indonesia secara non-kooperatif seperti pergerakan yang ada di Turki dan India.

    Resensi Buku Untuk Negeriku I (Bukittinggi-Rotterdam lewat Betawi ) Otobiografi Mohammad Hatta


    Indonesia Sangat Beruntung Mempunyai Bung Hatta

    Membaca buku ini seperti membaca buku harian, Bung Hatta dengan sangat detail menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan dirinya mulai dari keluarga, kampung halaman, rumah yang ditinggali, sampai pendidikan yang ditempuhnya mulai dari sekolah dasar sampai kuliah.

    Begitupun dengan kegiatan organisasi, teman-temannya, buku-buku yang dibaca sampai kegiatan sehari-hari pun ia uraikan dengan rinci terutama saat kuliah di Belanda  menu makan pagi, siang, malam pun ada lengkap dengan jadwal hariannya.

    Karena buku ini merupakan buku pertama dari trilogi Untuk Negeriku yang memotret kehidupan Bung Hatta dari kecil sampai kuliah di Belanda. Saya semakin kagum pada beliau, ternyata sejak muda Bung Hatta telah menjadi sosok pribadi pekerja keras dan pembelajar yang luar biasa.

    Beliau bersama dengan teman-temannya di Perkumpulan Indonesia.  Sejak awal telah merancang konsep negara Indonesia, yang saat itu masih berada di bawah pemerintah kolonial Belanda dengan sangat baik.

    Ia pun merupakan sosok pribadi yang sangat berintegritas, hal ini terlihat dalam pidato inagurasinya sebagai ketua Perhimpunan Indonesia yang berjudul “Economische Wereldbouw en Machtstegen-stelingen (Bangunan Ekonomi Dunia dan Pertentangan Kekuasaan)

    Resensi Buku Untuk Negeriku I (Bukittinggi-Rotterdam lewat Betawi ) Otobiografi Mohammad Hatta


    Saya juga kagum dengan ayah Gaeknya yang merupakan ulama besar Batuhampar, beliau tidak marah atau memaksa ketika keponakannya memutuskan untuk belajar di sekolah Belanda. Atau ketika Hatta menanyakan tentang suatu permasalahan, bahasanya adem banget serasa ikut dinasihati. Saya membayangkan  ayah Gaek ini adalah sosok bijak ahli tarekat yang keberserahannya kepada Allah Swt sudah mencapai level tertinggi.

    Jadi Indonesia sangat beruntung memiliki sosok seperti Bung Hatta.

    Kurang Catatan Kaki

    Kurang dari satu minggu saya menyelesaikan buku setebal 315 halaman ini, bahasanya mengalir. Bukan buku yang berat bikin kening berkerut tetapi bukan buku yang ringan juga sih. Sedeng lah nyaman untuk dinikmati. Namun sayang kurang catatan kaki jadi ada istilah-istilah dalam bahasa Belanda yang tidak saya mengerti.

     

  • You might also like

    No comments:

    Post a Comment

    Komentar anda merupakan sebuah kehormatan untuk penulis.