-->
  • Resensi Buku Namaku Alam

     

    Resensi Buku Namaku Alam

    Mempunyai wajah ganteng, berotak encer dan jago karate tidak membuat hidup seorang remaja bernama Segara Alam bahagia. Kemanapun ia pergi, apapun yang dilakukannya selalu dibayangi dengan stigma yang senantiasa dilekatkan kepada dirinya sebagai anak penghianat negara.

    Sehingga ia harus senantiasa hidup merunduk, merunduk, dan merunduk. Jangan mimpi untuk bisa terlalu narsis memamerkan segala kelebihan, soalnya kalau ada apa-apa atau menyenggol  orang-orang yang lekat dengan rezim penguasa urusannya bisa berabe.

    Aparat akan mencokok keluarga para tahanan politik ini dengan leluasa, tanpa perlu basa basi dan susah payah memperlihatkan surat perintah penahan. Karena di mata rezim penguasa Orde Baru, dalam darah mereka mengalir darah pendosa yang tiada termaafkan.

    Judul Buku : Namaku Alam | Penulis : Leila S. Chudori | Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta | Tahun Terbit : 2024, Juni Cetakan Kedelapan | Jumlah Halaman : ix + 438 | ISBN : 9786231340825 |

    Resensi Buku Namaku Alam


    Namaku Alam

    Segara Alam, itu adalah nama yang dihadiahkan Surti Anandari dan Hananta Prawiro kepada anak bungsu mereka. Alam memiliki dua kakak perempuan, Bunga Kenanga dan Bening Bulan,  yang sangat menyayangi adik kecil mereka dengan versinya masing-masing.

    Alam tidak pernah sedetikpun merasakan hangatnya dekapan seorang  ayah, sejak pertama kali menghisap kehidupan dunia. Ayahnya buron selama tiga tahun, demi menyelamatkan diri dari kejaran aparat. Dan akhirnya tertangkap disebuah lapak pencucian foto, yang menjadi tempat persembuanyiannya.

    Kehidupan wartawan sebuah harian yang dituduh pemerintah Orde Baru, terafiliasi dengan gerakan komunis itu pun berakhir di depan regu tembak.

    Apakah masalah selesai?

    Tidak segampang itu Perguso

    Sepeninggal suaminya, waktu masih buron maupun sudah meninggal, kehidupan Surti bertambah berat berkali lipat. Ia bukan hanya harus hidup sendirian sebagai single mother dengan ketiga anak balitanya. Ia juga harus kuat menghadapi aparat yang bisa datang kapan saja menggedor rumahnya pada tengah malam sekalipun.

    Perempuan lembut berwajah ayu itu pun harus siap menghadapi interogasi petugas yang menanyakan hal-hal yang sama sekali tidak ada hubungan dirinya. Misalnya apa saja yang dilakukan oleh suaminya, siapa teman-temannya dll.  Jawaban Surti pun dari waktu ke waktu selalu sama “TIDAK TAHU” dan emang dia enggak tahu beneran, tapi para aparat itu enggak mau tahu.

    Aparat pun bertambah geram dengan jawaban yang diberikan Surti, sampai-sampai mereka dengan teganya menahan perempuan itu beserta ketiga anaknya yang masih balita dalam sel. Setiap hari Surti harus menjalani interogasi selama berjam-jam.

    Kenanga yang kala itu menginjak usia belasan awal menyaksikan ibunya bila selesai diinterogasi badannya gemetar ketakutan, rambutnya kusut dan kancing blouse bagian atasnya selalu terbuka. Tetapi Kenanga masih bersyukur ibunya tidak mendapat kekerasan fisik seperti tahanan lainnya.

    Anak itu pun harus mau ketika Om berambut cepak dan  bersuara keras menyuruhnya untuk membersihkan ruangan penyiksaan,  yang lantainya berlumuran darah ( pastinya itu darah manusia bukan darah sapi atau ayam, ngiluuuuuu) . Ia juga sangat ketakutan melihat  pecut ekor pari yang pada salah satu bagiannya masih menempel serpihan daging manusia. (duh serem banget kan, bayanginnya juga)

    Resensi Buku Namaku Alam


    Hero

    Tekanan hidup yang begitu rupa, membuat Alam tumbuh menjadi anak yang tempramental. Ia sering berantem dengan teman-temannya. Sebenarnya ia berantem itu kebanyakan membela teman-temannya yang dibully atau membela ibunya kalau ada yang menyebutnya janda gatel.

    Saya kagum banget sama Surti  yang berprinsip, mereka adalah korban kekerasan oleh karena itu tidak boleh mendaur ulang kekerasan terhadap orang lain. Ia  juga menekankan pada anak-anaknya harus selalu setia terhadap teman.

    Jadi ia tidak bisa membenarkan alasan apapun yang diberikan Alam, ketika anak itu harus beradu jotos. Sebenarnya Alam juga selalu merasa bersalah ketika melihat ibunya berlinangan air mata ketika harus dipanggil kepala sekolah akibat kelakuannya.

    Nah untuk menyalurkan energi Alam yang berlebihan, anak itu sejak SD didaftarkan Om Aji pada sebuah perguruan karate. Tidak heran pada saat SMA, Alam sudah menyandang sabuk hitam dan 1. Ia jadi lebih mudah mengendalikan emosinya, kalaupun ada yang menantang duel  anak itu lebih banyak defensif.

    Dengan perawakannya yang tinggi dan jago karate, Alam menjadi sosok hero bagi teman-temannya yang menjadi sasaran empuk anak-anak tukang bully. Namun lagi-lagi karena ia dicap sebagai anak penghianat negara hal itu tetap beresiko apalagi kalau berhadapan dengan anak-anak pejabat sok jago. Sampai-sampai waktu SMA karena menyelamatkan Bimo, mereka harus pindah sekolah.



    Sekolah Baru Cerita Baru

    Sekolah Alam yang baru ini, memiliki nuansa yang sangat berbeda dengan sekolah sebelumnya. Sekolah ini juga memiliki kurikulum yang lebih kaya dibandingkan dengan sekolah lainnya.

    Kelas-kelasnya didesain menyerupai bangunan-bangunan rumah yang membentuk koloni, saya membayangkannya mirip dengan kampung kecil gitu. Masing-masing dinamakan dengan nama-nama pahlawan misalnya Rumah Usmar Ismail, Rumah RA. Kartini, Rumah Chairil Anwar dsb.

    Halamannya sangat luas dan asri dengan berbagai tanaman hijau yang menyejukan. Kegiatan belajar dan mengajarnya pun kadang-kadang diadakan di bawah pohon jadi suasananya lebih santai. Uniknya lagi sekolah ini tidak mewajibkan murid-muridnya menggunakan seragam, lho.

    Sekolah ini mengajarkan para muridnya untuk memiliki pemikiran terbuka dan menjungjung tinggi nilai-nilai demokratis. Mereka biasa banget saling berdebat mempertahankan argumentasi masing-masing. Tanpa perlu terjadi kerusuhan apalagi saling baku hantam karena beda pendapat.

    SMA Putra Nusa juga memperlakukan murid baru yang masuk pada pertengahan semester dengan sangat baik. Jadi walaupun Alam dan Bimo tercatat sebagai pendatang baru, mereka sangat enjoy bersekolah disana.

    Tahu enggak teman-teman, Alam dan Bimo ini namanya very femes lho dikalangan para siswa. Alam mah pasti lah ya, sebagai anak yang memiliki photographic memory yang bisa menjawab soal apa aja dalam bidang apapun dengan mudah dan lancar, good looking juga, plus jago karate, idaman banget pokoknya nih anak. Kalau Bimo terkenal jago gambar, sketsa karyanya sering menghiasi majalah remaja terkenal pada zaman itu.

    Mereka jadinya tidak perlu susah-susah branding diri  untuk mendapat gadis pujaan. Tetapi lagi-lagi Alam harus menabrak dinding tinggi karena statusnya sebagai anak penghianat negara. Duh sedih banget sih …..



    Para Pencatat Sejarah

    Ini adalah salah satu ekskul yang ada di SMA Putra Nusa, dimana Alam dan Bimo tercatat sebagai salah satu anggotanya. Ekskul ini mengajak para siswanya untuk lebih memahami sejarah negeri dengan lebih mendalam. Menyibak perlahan tirai-tirai tebal dan gelap terutama yang terjadi pada sekitar tahun 1965.

    Untuk memenuhi keperluan itu diceritakan Alam dan kawan-kawannya sampai harus mencari buku-buku di Kwitang yang masuk daftar rezim Orde Baru sebagai buku yang dilarang terbit. Seperti Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer , 1984 karyanyaGeorge Orwell, dan Animal Farm Karya George Orwell.

    Mereka tuh sampai sembunyi-sembunyi bawanya, karena takut ketahuan  “Lalat”, intel  yang banyak berkeliaran disekitar kios penjualan buku. Terus transaksinya juga tidak boleh langsung di toko, jadi harus nyari tempat yang kira-kira tidak dicurigai seperti di kedai makanan gitu.

    Kita mah beruntung banget sekarang, bisa menikmati buku-buku tersebut dengan bebas dan santai surantai. Apalagi Bumi Manusia sudah dialihwahanakan pula ke layar lebar.



    Stop Jangan Dulu Baca Novel Namaku Alam

    Saya tidak mengira, novel Namaku Alam karya Leila S. Chudori ini sebagus dan seseru itu. Masuk kategori novel remaja tetapi jauh dari menye-menye deh. Malah banyak inspirasi yang bisa didapet. Terus banyak ngomongin buku lagi  soalnya Alam dan keluarganya suka banget baca. Saya tuh sampai googling lho dan nyari judul bukunya.  Seru pokoknya.

    Eit tapi stop….stop…. agar lebih mengerti dan memahami cerita dalam novel ini, saya sarankan sebaiknya teman-teman baca dulu novel Pulang karya Leila Chudori ya,  bukan karya Tere Liye (nanti jaka sembung bawa gitar lagi).

    Kenapa?

    Soalnya begini teman-teman,  Alam dan keluarganya adalah tokoh yang dikisahkan dalam novel Pulang. Disana diceritakan siapa sebenarnya Hananto Prawiro, ayahnya Alam, apa yang sebenarnya terjadi?  om Aji dan tante Retno itu sebenarnya siapa? kenapa dia begitu baik dengan keluarga Alam? Ayahnya Bimo itu siapa dan hubungannya apa dengan Surti?

    Nah kalau dalam novel Pulang tidak diceritakan bagaimana Alam dan Bimo ini, bisa berteman akrab. Disana mereka diceritakan sudah dewasa, anggota sebuah LSM yang bergerak dan berteriak lancang dalam membela kepentingan rakyat yang terpinggirkan.

    Sebaliknya dalam Novel Namaku Alam diceritakan masa kecil Alam sampai SMA dan bagaimana mereka bisa berkawan akrab. Jadinya kedua novel itu saling melengkapi.

    Tapi tahukah teman-teman Namaku Alam ini ternyata ada kelanjutannya, jadi tidak sabar deh nunggu edisi selanjutnya.

    Ditunggu dengan segera  ya …. Bu Leila S, Chudori.

     

     

     

     

     

  • You might also like

    13 comments:

    1. Berarti baca keduanya ya, Pulang (bukan punya Tere Liye) dan Namaku Alam, biar nyambung ceritanya. Memang karya Leila S Chudori selalu layak dinanti.

      ReplyDelete
    2. Ahhhh pantas saja kok sepertinya ceritanya dan tokoh2nya sudah pernah aku baca ternyata memang berhubungan dengan novel Pulang yaa...kalo yang Pulang memang aku sudah baca dan ceritanya cukup menarik..jadi pas lah ya kalo setelah ini aku membaca Namaku Alam biar jadi paham sisi lain dari Alam :)

      ReplyDelete
    3. Duh padahal aku udah pegang-pegang buku itu pas ke Gramedia bareng anak-anak tapi kalah karena anak-anak mau buku yang lain hiks, baca sinopsis memang bagus sih apalagi banyak karya novelis zaman dulu yang dicetak ulang dengan sampul baru yang lebih fresh, anakku jadi suka beli buku yang ternyata buku bacaanku masa sekolah dulu.

      ReplyDelete
    4. berarti sebenarnya Namaku Alam dan Pulang Karya itu bukan series ya Kak? tapi memang tokoh ceritanya sama ya, penasaran mau baca novelnya, soalnya dua-duanya belum pernah saya baca

      ReplyDelete
    5. Buku karangan Leila Chudori ini memang selalu bagus
      Bikin pembaca nggakk sabar menunggu kisah selanjutnya
      Aku juga suka baca bukunya

      ReplyDelete
    6. Wah jadi penasaran baca novel pulang juga, bagus-bagus sih karya Leila Chudori ini. Di Ipunas juga ada, masuk waiting list untuk dibaca nih
      Terima kasih referensinya ya

      ReplyDelete
    7. Buku-buku karya Leila Chudori ini memang bagus-bagus ya Mbak sepertinya. Pernah baca resensi Ketika Laut Bercerita. Dan sekarang ada Pulang dan Namaku Alam, yang nampaknya harus masuk ke list untuk dibaca juga nih. Mudah-mudahan bisa segera eksekusi.

      ReplyDelete
    8. Karya Leila Chudori emang bagus bagus ya mba. Cerita Alam ini juga memberi insight berbeda

      ReplyDelete
    9. Penasaran dengan cerita kali ini.. cerita yang luar biasa .. jadi pingin segera baca karya-karyanya

      ReplyDelete
    10. Bener-bener "Don't judge a book by each cover" yaah..
      Aku cukup sering mendapat cerita dari Ibuku mengenai jaman pemberontakan G30S/ PKI seperti ini.
      Dan pastinya, pembasmian ini cukup menimbulkan luka, apalagi yang "hanya" bekerja untuk keluarga tanpa ada sangkut pautnya dengan gerakan tersebut.

      Sekeras itu yaa.. rezim pada waktu itu.
      Dan salut dengan buku Leila S. Chudori yang bisa menggambarkan secara nyata, luka-luka batin anak yang berasal dari keluarga seperti itu.

      ReplyDelete
    11. Baru baca buku pulang, beberapa kali mau beli buku namaku alam tapi belum jadi saja, jadi semakin mau beli deh setelah baca ulasan dari mbak. Apalagi ending Alam di buku pulang tuuuh, aaahhhh jadi penasaran liat pov dari alam di buku ini

      ReplyDelete
    12. Padahal klo nonton film Bumi Manusia ini, kayaknya ga ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan dari suatu pemerintahan yaaa.. apanya yang bikin ga boleh dibaca sih di jaman orde baru? Terlalu banyak larangan ini itu ya jaman dulu tuh.

      ReplyDelete
    13. Baru baca sinopsisnya aja menarik banget nih bukunya. Kalo dari genrenya dan isi tema buku relate dengan Pulang yg juga karya Leila. Tulisan beliau bagi saya gak pernah gagal dan selalu epik, sampe terbayang2 dalam benak.

      ReplyDelete

    Komentar anda merupakan sebuah kehormatan untuk penulis.