-->
  • Resensi Novel The Burning God

     

    Resensi Novel The Burning God

    Saya sempet kurang nyambung atau sedikit bingung dan limbung, ketika membaca bagian awal The Burning God atau Dewi Api karya RF. Kuang. Banyak pertanyaan melintas di kepala misalnya  kenapa Kitay menjadi sauhnya Rin? Terus pasukan Cike yang dipimpin Rin, setelah kematian Altan kemana? Kenapa Rin bermusuhan dengan Nezha dll.

    Pas memasuki halaman seratusan baru deh nyadar, ternyata The Burning God ini buku ketiga dari trilogi The Poppy War karya RF Kuang. Seharusnya setelah selesai  baca buku jilid satu, saya lanjut ke buku keduanya yang berjudul The Dragon Republic.

    Tapi mau diberhentikan rasanya sayang banget ya? Nanggung ,dilanjutkan saja. Lama-lama ngerti kok wkwkwkw.

    Resensi Novel The Burning God


    Judul Buku : The Burning God (Sang Dewi Api) | Penulis : RF. Kuang | Penerjemah : Meggy Soedjatmiko| Penerbit : Gramedia Pustaka Utama | Tahun Terbit : 2023 | Jumlah Halaman : 672 Hal |

    Membangun Aliansi Baru

    Setelah berhasil menyelamatkan Kekaisaran Nikan dari perang saudara yang sangat brutal, Rin harus menerima kenyataan pahit. Para sekutu yang selama ini berjuang bersamanya, meninggalkan gadis Speer itu sendirian.

    Rin tidak patah semangat, dengan kondisi tangan kanan yang buntung. Ia melarikan diri bersama Kitay untuk membangun aliansi dengan masyarakat selatan. Bahu membahu mengobarkan perlawanan terhadap Republik yang di dukung oleh Kaum Hesperia.

    Walaupun saat itu, Rin dikenal sebagai si Speer. Syaman pemilik kekuatan super yang dapat menjatuhkan lawan dalam sekejap mata, dengan membakarnya atas bantuan dari Dewa Phoenik. Sehingga koalisi Selatan dapat menikmati kemenangan demi kemenangan, dalam berbagai pertempuran melawan pasukan Republik.

    Tetapi itu tidak bisa dijadikan jaminan, Rin dapat memperoleh persetujuan dari Dewan Perang  Koalisi Selatan, yang bermarkas di Provinsi Monyet. Gurubai, lelaki keras kepala yang telah banyak makan asam garam memimpin pasukan dalam arena pertempuran. Sekaligus pemimpin Aliansi Selatan, tidak begitu saja menyetujui usulan Rin untuk melakukan penyerangan ke Provinsi Ayam dan menyerahkan pasukan Selatan di bawah kepemimpinannya.

    Resensi Novel The Burning God


    Lelaki yang usianya dua kali lipat dari usia Rin itu, menganggap Rin adalah seorang gadis yang impulsif dan ugal-ugalan sehingga tidak layak memegang komando penuh.

    Hal tersebut membuat Rin kecewa, ia berpikir keras mencari cara agar dapat memperoleh kepercayaan untuk menggerakan pasukan Selatan keluar dari wilayah pegunungan Ruijin. Karena jika terlalu lama bertahan di wilayah itu, cepat atau lambat pasukan Selatan akan musnah. Disana tidak ada makanan dan sumur-sumur pun mulai kering.

    Setelah berdiskusi ratusan kali dengan Kitay, ia memutuskan untuk menghabisi pemimpin pasukan Selatan yang  sedang bergulat dengan penyakit radang paru-paru berdarah. Penyakit yang menghisap seluruh kekuatan fiisik Ma Lien, juga otoritasnya sebagai panglima pasukan.

    Ketika Rin mendatangi markas Ma Lien yang bertempat di Khudla, ia sedikit heran ketika dibiarkan masuk begitu saja. Tidak ada ancaman dari para prajurit yang berjaga, dengan sedikitnya tiga pedang yang siap menggorok leher.

    Untuk menghabisi Ma Lien, Fang Runin alias Rin kali ini tidak perlu repot-repot memanggil kekuatan Dewa Phoenix. Ia hanya memerlukan satu ampul racun binatang yang banyak bertebaran di seputaran Ruijin, yaitu kalajengking kuning gendut.

    Racun kalajengking kuning gendut tidak membunuh dengan cepat, tetapi mengunyah korbannya perlahan-lahan dengan melumpuhkan dan mengunci semua otot.

    Hal tersebut membuat gadis Speer itu mempunyai waktu, untuk menikmati gelenyar kepuasan yang timbul begitu saja dalam dirinya. Ketika menyaksikan penderitaan laki-laki bermulut kotor yang tanpa tedeng aling-aling menyebutnya sundal biadab, sentimental, berkulit lumpur, tukang hasut perang, dan manusia yang tidak layak hidup yang seharusnya mati seperti orang Speer lainnya.

    Setelah kematian Ma Lien dan dukungan yang diberikan oleh Zhuden dan Souji, dalam rapat Dewan Perang Koalisi Selatan.  Gurubai tidak berkutik, lelaki itu membiarkan Jendral Fang Runin membawa pasukan Divisi Tiga dan Serigala Besi yang berjumlah 2000 orang prajurit menuju  Provinsi Ayam.

    Pasukan Rin, walaupun tidak mudah dan dengan persediaan logistik perang seadanya. Sedikit demi sedikit dapat menaklukan prajurit Republik di beberapa wilayah. Bahkan ia mencapai kemenangan besar dengan berhasil merebut Leiyang.

    Saat pasukannya sedang berpesta merayakan kemenangan, Rin kembali harus mengalami penghianatan dari para sekutu dan Si Ular Betina.  Syaman legendaris Nikan yang juga sempat menikmati empuknya kursi kekuasaan sebagai maharani.

    Dalam keadaan terikat dan setengah sadar, tanpa Kitay maupun api yang bisa dipanggilnya. Rin dibawa ke Chulu Khorikh, sebuah pegunungan tempat memenjarakan syaman.

    Para syaman yang dipenjara di Chulu Khorikh akan mengalami penderitaan yang lebih pedih dibanding dengan kematian. Mereka tidak mati juga tidak hidup, jiwanya dibiarkan tersesat.

    Duh serem banget

    Apakah Rin akan selamat? Dan dapat membebaskan Nikan dari cengkraman penjajah?

    Resensi Novel The Burning God
    Sumber Gambar : Pinterest

    Kekuatan Dewa Vs Kekuatan Science

    Kekaisaran Nikan dapat hidup dengan damai selama 20 tahun berkat kekuatan tiga syaman agung yang namanya ditulis menggunakan tinta emas dalam sejarah Nikan. Mereka dikenal sebagai Trifecta yang terdiri dari Su Daji (Si Ular Betina), Jiang (Penjaga Gerbang) dan Riga (Sang Kaisar). Mereka berhasil menyatukan dua belas provinsi yang senantiasa bertikai, walaupun harus ditebus dengan darah.

    Saat Nikan kembali jatuh dalam pertikaian, lawan yang harus dihadapi Rin dengan koalisi Selatannya adalah pasukan Republik yang dibantu oleh orang-orang Hesperia yang memiliki persenjataan canggih. Pada saat pasukan Rin bertarung dengan mengandalkan persenjataan konvensional seperti pedang, tombak dan panah. Pasukan Hesperia menguasai langit, mereka memiliki pesawat udara yang dapat menjatuhkan bom untuk membakar lawannya sesuka hati. Pasukan daratnya juga dibekali dengan peralatan yang tidak kalah canggih.

    Sehingga Su Daji berpendapat, satu-satunya cara untuk memenangkan peperangan adalah dengan membangkitkan kekuatan Trifecta. Tetapi apalah daya walaupun mereka memiliki kekuatan ilahiah yang luar biasa, tubuh mereka sama dengan manusia lainnya hancur saat terkena misil dan bom.

    Orang-orang Hesperia juga, senantiasa mempelajari kekuatan syaman. Seperti halnya kodok, tikus, atau kelinci. Orang-orang yang memiliki kekuatan Syaman ini dibawa ke labolatorium untuk diteliti.  Altan dan Rin dua diantara banyak anak Speer, yang pernah mengalami serangkaian ujicoba dari para ilmuwan Hesperia.  

    Akhirnya mereka pun mempunyai alat yang bukan hanya dapat digunakan untuk meredam bahkan menghilangkan kekuatan Syaman. Alat itu juga berguna untuk memperkuat posisi politik mereka.

    Resensi Novel The Burning God
    Sumber Gambar : Pinterest

    The Burning God Menurutku

    Saat mencapai halaman akhir buku ini, jika dibandingka dengan buku-buku bergenre sama yang pernah saya baca sebelumnya. Saya merasa kisah Rin ini diceritakan dengan sangat datar, terlalu lempeng gitu. Kalau dalam makanan mah kurang garnish  yang membuat sebuah cerita lebih manis dan dapat memainkan perasaan pembaca begitu rupa.

    Penyelesaian masalahnya pun agak bertele-tele, jangan harap deh ada plot twist yang bikin kaget. Adegan-adegan perkelahiannya pun tidak tergambarkan dengan baik. Saya sudah membayangkan duel terakhir antara Rin dengan Nezha. Dewi Api Vs Raja Air berlangsung seru dan dramatis, apalagi Rin berhasil membangkitkan sang Naga. Kok gitu aja ya?

    Kalau terjemahannya sih ok, ceritanya mengalir dan enak bacanya. Saya juga bisa menangkap pesan dari novel ini, bahwa politik dan ekonomi itu seperti koin mata uang. Memenangkan sebuah peperangan tanpa ada daya dukung ekonomi yang kuat akan sia-sia.

    Masyarakat yang telah mengalami peperangan berbulan-bulan kondisi ekonominya sangat lemah. Mereka butuh makan dan tempat tinggal, begitupun dengan para prajurit butuh logistik untuk mengamankan keadaan. Kalau tidak ditangani dengan segera, bangsa itu akan jatuh kembali dalam konflik dan bukan tidak mungkin kaum penjajah akan kembali berkuasa.

     

     

  • You might also like

    No comments:

    Post a Comment

    Komentar anda merupakan sebuah kehormatan untuk penulis.