-->
  • Resensi Novel Dunia Anna Karya Jostein Gaarder

     

    Resensi Novel Dunia Anna Karya Jostein Gaarder

    Novel Dunia Anna karya Jostein Gaarder sudah berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun menjadi penghuni rak bukuku. Padahal saya sudah mengkhatamkan  karya Opa Gaarder yang lain seperti Dunia Shopie, The Puppeteer, The Magic Library, The Castle In the pyrenees dan Dunia Cecilia dengan riang gembira. Entah kenapa Dunia Anna luput dari perhatianku.

    Mungkin benar ya pepatah yang mengatakan, bahwa buku mempunyai takdir masing-masing untuk dapat ditemukan oleh pembacanya. Saat inilah takdir Dunia Anna menemuiku, saat hujan dan kebetulan lagi sendirian di rumah jadi pengen baca yang ringan. (Bener nih ringan Karya Gaarder? Di depannya aja diklaim sebagai novel filsafat semesta wkwkwk)

    Sebenarnya sih lagi pengen ganti genre aja, setelah kemaren sibuk berperang melawan pasukan Republik yang berkoalisi dengan orang-orang Hesperia bersama Jendral Fang Runin. Dalam buku ketiga trilogi The Poppy War yang berjudul The Burning God Karya RF Kuang.

    Judul Buku : Dunia Anna |Penulis ;  Jostein Gaarder | Penerjemah : Irwan Syahrir | Penerbit : PT. Mizan Pustaka | Tahun Terbit : 2018, Mei Cetakan XIII | Jumlah Halaman : 243 |

    Global Warming

    Perayaan tahun baru bagi Anna merupakan hari yang sangat istimewa dan ditunggu-tunggu. Pada setiap malam tahun baru, ia bersama keluarga dan para tetangga di desanya akan pergi ke gunung dengan menggunakan kereta salju.

    Agar terlihat cantik, mereka menghias kereta salju dengan memberi giring-giring dan memasang lentera api sebagai penerang. Kuda penariknya pun dibersihkan dan didandani. Agar kudanya tidak terjebak dalam salju lunak, mereka kadang-kadang memadatkan salju disepanjang jalan yang akan  dilewati dengan menggunakan mesin.

    Anna merasa segalanya berbeda pada saat malam tahun baru. Semua orang, baik tua maupun muda berkumpul dalam keceriaan. Hanya dalam waktu  satu malam, mereka bisa menghabiskan tahun yang lama dan memasuki tahun baru.  Seperti menarik garis pembatas antara masa lalu yang telah terjadi dengan masa yang akan datang.

    Namun pada saat menginjak usia sepuluh tahun, Anna merayakan malam tahun baru dengan sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada perayaan menyambut tahun baru saat itu, mereka pergi ke gunung pada siang hari dengan menggunakan traktor. Tidak menggunakan kereta salju seperti biasanya, karena mereka tidak menemukan salju  baik di dataran tinggi maupun di lembah. Walaupun suhu dingin telah mereka rasakan cukup lama.

    Menurut orang-orang dewasa, keadaan tersebut terjadi karena adanya perubahan iklim. Sebuah kosa kata baru yang sangat menarik bagi Anna.

    Hal lain yang dirasakan oleh para penduduk desa akibat perubahan iklim itu, bukan hanya ketiadaan salju saja. Tiba-tiba desa mereka didatangi oleh serombongan rusa kutub yang  berkeliaran untuk mencari makan. Dan banyak  ditemukan  hewan mati di pegunungan.

    Kejadian-kejadian tersebut membuat Anna semakin penasaran dan ingin mengetahui lebih jauh tentang Perubahan Iklim. Ia pun mulai mengumpulkan berbagai informasi baik dari internet maupun dari surat kabar.

    Sejak kecil Anna dikenal sebagai anak yang sangat gemar berfantasi. Jika ia ditanya tentang apa yang dipikirkannya, Anna akan nyerocos  tentang cerita-cerita seru yang mengundang decak kagum orang-orang yang menyimaknya.

    Namun beberapa waktu belakangan ini, Anna mulai bercerita tentang kisah-kisah yang ia rasakan sebagai kejadian nyata. Cerita-cerita yang berasal dari kurun waktu lain atau bahkan dunia lain, yang khusus dikirimkan kepadanya.

    Karena keanehan itu, orang tua Anna membujuknya untuk berkonsultasi dengan psikolog yang berlangsung selama musim gugur.  Konsultasi itu pun berakhir ketika Psikolog itu menyarankan kepada Anna untuk berkonsultasi dengan psikiater di Oslo.

    Anna tidak keberatan dengan saran tersebut, karena baginya berkonsultasi dengan seorang psikiater adalah sebuah keistimewaan bukan sesuatu yang memalukan. Saat Mamanya ingin menemani gadis itu ke Oslo, ia menolaknya dan memilih untuk ditemani oleh pacarnya yang bernama Jonas.

    Setelah berdiskusi panjang lebar (mamanya kan pengen tahu ya…. Apa yang sebenarnya terjadi pada putri kesayangannya itu ) akhirnya diambil jalan tengah, Anna boleh pergi bersama dengan Jonas. Tetapi Mama tetap ikut ke Oslo dan berjanji tidak duduk dalam gerbong kereta api yang sama. (duh dasar remaja, gemes banget jadi pengen ngejitak deh)

    Sore itu, Anna sangat beruntung dapat berkonsultasi dengan psikiaternya lebih lama. Karena pasien setelahnya membatalkan kunjungan.

    Anna langsung menyukai psikiaternya, seorang pria berusia kira-kira setengah abad dengan penampilan lumayan nyentrik.  Dengan rambut ekor kuda dan pada salah satu cuping hidungnya dipasangi anting-anting violet kecil berbentuk bintang .

    Sebelum ke Oslo, Anna sudah membayangkan psikiater itu akan mengintip isi pikiran dengan menggunakan sebuah alat melalui matanya, karena banyak orang yang mengatakan bahwa mata adalah jendela hati. Atau melalui telinga atau bahkan melalui hidung.

    Setelah ngobrol-ngobrol, psikiater itu mengatakan

    “Saya tidak melihat adanya tanda-tanda kamu memiliki kelainan. Kamu punya kekuatan imajinasi yang luar biasa dan kamu punya sebuah kemampuan unik untuk membayangkan dirimu dalam berbagai situasi yang tidak pernah kamu alami sendiri. Ini kadang-kadang terasa memberatkan, tapi yang jelas kamu tidak sakit”

     Tetapi bukan pernyataan itu  yang membuat Anna, sore itu merasa berbahagia dan betah ngobrol selama berjam-jam di ruang praktik psikiater yang baru saja dikenalnya.

    Dokter itu mempunyai kepedulian tentang perubahan iklim seperti dirinya dan menyarankan agar gadis itu membentuk sebuah perkumpulan yang concern terhadap masalah-masalah lingkungan.

    Resensi Novel Dunia Anna Karya Jostein Gaarder


    Hadiah Ulang Tahun ke 16

    Hari ulang tahun Anna, sebenarnya akan berlangsung  dua hari lagi yaitu pada tanggal 12 Desember 2012. Tetapi karena mamanya akan menghadiri sebuah konferensi, maka perayaan ulang tahunnya diselenggarakan pada  tanggal 10 .

    Pada ulang tahun kali ini, Anna mendapatkan hadiah dari orang tuany, cincin bertahta batu Ruby berwarna merah. Cincin tersebut merupakan cincin warisan keluarga yang telah berusia ratusan tahun.

    Anna sangat mengagumi kecantikan cincin, yang kini tersemat di jari manisnya. Gadis itu terus memandanginya sampai tertidur.

    Pada malam itu, Anna  bermimpi sangat  aneh. Ia bertemu dengan cicit perempuannya  yang bernama Nova pada tahun 2082. Pada saat itu, kondisi bumi akibat pemanasan global sangat mengkhawatirkan. Banyak hewan-hewan yang telah punah, termasuk binatang penyerbuk seperti lebah. Sehingga manusia terpaksa harus melakukan proses polenisasi secara manual.

    Bukan itu saja, Norwegia sebagai salah satu negara yang berada di wilayah Utara bumi kebanjiran para pengungsi Iklim dari Timur Tengah. Mereka datang berbondong -bondong dengan menaiki unta berpunuk satu, mereka sudah tidak memiliki persediaan bahan bakar fosil dan negara mereka telah berubah kembali menjadi gurun. (hadeuh serem banget)

    Dalam mimpi itu, Nova (sebenarnya Anna sendiri) marah kepada Ollanya yaitu Anna versi tua. Agar mengembalikan keadaan bumi, menurut Nova kerusakan lingkungan terjadi karena kesalahan generasi Anna. Mereka serakah menghisap berbagai sumber kekayaan alam sampai tetes terakhir, demi memperkaya diri tanpa memperdulikan generasi anak dan cucu mereka yang hidup pada era yang akan datang.

    Resensi Novel Dunia Anna Karya Jostein Gaarder


    Anna Vs Nova

    Karena Dunia Anna ini bukan karya Gaardner pertama yang saya baca, jadi saya tidak terlalu kaget menyimak alur cerita yang sangat unik dan jarang dikisahkan oleh penulis lain.  Ini sih ciri khasnya Jostein Gaarder banget yang dalam setiap tulisannya selalu memadukan keindahan dongeng dan kedalaman perenungan.

    Novel ini menceritakan kisah Anna muda yang hidup pada tahun 2012 dan Nova yang hidup pada tahun 2082 yang merupakan cicit Anna, tapi sebenarnya Anna sendiri (bingung kan? Baca aja deh bukunya) secara bergantian.

    Walaupun diceritakan dari sudut pandang anak remaja berumur 16 tahun, tapi saya tuh kayak orang tidur yang tiba-tiba terbangun karena diguyur air dingin. Pesannya nampol banget, nyuruh kita untuk lebih memperhatikan kelestarian lingkungan.

    Woiii….sadar….. sumberdaya yang ada di bumi ini, bukan hanya milik orang-orang yang hidup saat ini tapi generasi yang akan datang juga. Bijaklah dalam mengelolanya agar anak cucu masih bisa melihat gajah, lebah, kutu daun, dan binatang-binatang serta pohon cantik lainnya secara langsung. Bukan hanya melalui video berkualitas tinggi dalam layar. Sederhananya itu yang mau dikatakan Gaarder dalam novel ini.

    Karena menurut si Opa, hanya manusia yang memiliki kesadaran universal yang merupakan sensasi yang tak terperi atas keluasan dan kemisteriusan alam semesta tempat kita menjadi bagiannya. Jadi menjaga kelestarian sumber kehidupan di bumi ini bukan hanya sebuah kewajiban global tetapi juga merupakan kewajiban kosmik.

    Seru banget kan? Mengajak tanpa memaksa apalagi menggurui, tapi disuruh berpikir dan berkontemplasi tentang kewajiban kita sebagai manusia terhadap planet yang kita tempat ini.

    Walaupun tidak bisa dikatakan ringan, novel ini tidak berat-berat banget sih menurut saya. Bodynya pun lumayan langsing (kurang dari 300 halaman), ceritanya seru dan dikisahkan dengan runut. Penerjemahannya juga oke, hampir tidak ada typo yang bikin jengkel dan merusak mood baca. Jadi dalam tiga hari juga kelar sih bacanya.

    Penokohannya juga sangat kuat, kalau show-nya jangan ditanya. Gaarder mah ok banget selalu sukses menggambarkan suasana hati para tokoh maupun lingkungannya seterang matahari di siang hari.

  • You might also like

    No comments:

    Post a Comment

    Komentar anda merupakan sebuah kehormatan untuk penulis.